KISAH MASUKNYA AGAMA ISLAM DI TANAH JAWA
Konon
ada semacam perjanjian antara Sabdopalon sebagai Pamomong (Danyang Gaib) Tanah
Jawa dengan Syeh Subakir sebagai penyebar Agama Islam generasi awal di Jawa
ini. Tersebutlah kisah tersebut dalam tulisan lontar kuno. Lontar tersebut
diperkirakan ditulis oleh Kanjeng Sunan Drajad atau setidak - tidaknya oleh
murid atau pengikut beliau.
Cerita
tentang kisah ini pernah dipentaskan sebagai lakon wayang kulit bergenre wayang
songsong (wayang kulit yang berisi cerita hikayat dan legenda Jawa) yang
digelar di Desa Drajad, Paciran, Lamongan ( sebuah desa tempat situs Sunan
Drajad ).
Kisah
diawali dengan adanya persidangan di Istana Kesultanan Turki Utsmania di
Istambul yang dipimpin langsung oleh Sultan Muhammad I. Persidangan kali ini
membahas mimpi Sang Sultan. Menurut Sultan Muhammad, beliu bermimpi mendapat
perintah untuk menyebarkan dakwah islamiah ke Tanah Jawa. Adapun mubalighnya
haruslah berjumlah sembilan orang. Jika ada yang pulang atau wafat maka akan
digantikan oleh ulama lain asal tetap berjumlah sembilan.
Maka
dikumpulkanlah beberapa ulama terkemuka dari seluruh dunia Islam waktu itu.
Para ulama yang dikumpulkan tersebut mempunyai spesifikasi keahlian
masing-masing. Ada yang ahli tata negara, ahli perubatan, ahli tumbal, dll.
Titah dari Baginda Sultan Muhammad kepada mereka adalah perintah untuk
mendatangi Tanah Jawa dengan tugas khusus yaitu penyebaran Agama Islam.
Dibawah
ini adalah dialog antara Sabdopalon dengan Syeh Subakir yang terjadi di atas
Gunung Tidar. Syeh Subakir adalah salah satu ulama yang diutus Sultan Muhammad
untuk menyebarkan Islam di Tanah Jawa ini. Adapun keahlian Syeh Subakir adalah
dalam bidang membuat danmemasang tumbal. Dialog yang penulis turunkan
ini adalah dialog versi imaginer yang penulis olah dari hikayat tersebut
dengan bahasa penulis sendiri.
Syeh
Subakir : Kisanak, siapakah kisanak ini,
tolong jelaskan.
Sabdopalon : Aku ini Sabdopalon, pamomong (penggembala) Tanah Jawa
sejak jaman dahulu kala. Bahkan sejak jaman kadewatan (para dewa) akulah
pamomong para kesatria leluhur. Dulu aku dikenali sebagai Sang Hyang Ismoyo
Jati, lalu dikenal sebagai Ki Lurah Semar Bodronoyo dan sekarang jaman
Majapahit ini namaku dikenal sebagai Sabdopalon.
Syeh
Subakir : Oh, berarti Kisanak ini adalah Danyang
(Penguasa) Tanah Jawa ini. Perkenalkan Kisanak, namaku adalah Syeh Subakir
berasal dari Tanah Syam Persia.
Sabdopalon : Ada hajad apa gerangan Jengandiko (Anda) rawuh
(datang) di Tanah Jawa ini ?
Syeh
Subakir : Saya diutus oleh Sultan Muhammad
yang bertahta di Negeri Istambul untuk datang ke Tanah Jawa ini. Saya tiadalah
datang sendiri. Kami datang dengan beberapa kawan yang sama-sama diutus oleh
Baginda Sultan.
Sabdopalon
: Ceritakanlah selengkapnya Kisanak.
Supaya aku tahu duduk permasalahannya.
Syeh
Subakir : Baiklah. Pada suatu malam Baginda
Sultan Muhammad bermimpi menerima wisik (ilham). Wisik dari Hyang Akaryo Jagad,
Gusti Allah Dzat Yang Maha Suci lagi Maha Luhur. Diperintahkan untuk mengutus
beberapa orang ‘alim ke Tanah Jawa ini. Yang dimaksud orang ‘alim ini adalah
sebangsa pendita, brahmana dan resi di Tanah Hindu. Pada bahasa kami disebut
‘Ulama.
Sabdopalon
: Jadi Jengandiko ini termasuk ngulama
itu tadi ?
Syeh
Subakir : Ya, saya salah satu dari utusan
yang dikirim Baginda Sultan. Adapun tujuan kami dikirim kemari adalah untuk
menyebarkan wewarah suci (ajaran suci), amedar agama suci. Yaitu Islam.
Sabdopalon : Bukankah Kisanak tahu bahwa di Tanah Jawa ini sudah ada
agama yang berkembang yaitu Hindu dan Buda yang berasal dari Tanah Hindu ? Buat
apa lagi Kisanak menambah dengan agama yang baru lagi ?
Syeh
Subakir : Biarkan kawulo dasih
(rakyat) yang memilih keyakinannya sendiri. Bukuankah Kisanak sendiri sebagai
Danyangnya Tanah Jawa lebih paham bahwa sebelum agama Hindu dan Budha masuk ke
Jawa ini, disinipun sudah ada kapitayan (kepercayaan) ? Kapitayan atau ‘ajaran’
asli Tanah Jawa yang berupa ajaran Budhi ?
Sabdopalon
: Ya, rupanya Kisanak sudah
menyelidiki kawulo Jowo disini. Memang disini sejak jaman sebelum ada agama
Hindu dan Budha, sudah ada ‘kapitayan’ asli. Kapitayan adalah kepercayaan yang
hidup dan berkembang pada anak cucu di Nusantara ini.
Syeh
Subakir : Jika berkenan, tolong ceritakan
bagaimana kapitayan yang ada di Tanah Jawa ini.
Sabdopalon : Secara ringkas Kepercayaan Jawa begini. Manusia Jawa
sejak dari jaman para leluhur dahulu kala meyakini ada Sang Maha Kuasa yang
bersifat ‘tan keno kinoyo ngopo’, tidak bisa digambarkan bagaimana keadaannya.
Dialah pencipta segala-galanya. Bawono Agung dan Bawono Alit. Jagad besar dan
jagad kecil. Alam semesta dan ‘alam manusia’. Wong Jowo meyakini bahwa Dia Yang
Maha Kuasa ini dekat. Juga dekat dengan manusia. Dia juga diyakini berperilaku
sangat welas asih.
Dia
juga diyakini meliputi segala sesuatu yang ada. Karena itu masyarakat Jawa
sangat menghormati alam sekelilingnya. Karena bagi mereka semuanya mempunyai
sukma. Sukma ini adalah sebagai ‘wakil’ dari Dia Yang Maha Kuasa itu.
Jika
masyarakat Jawa melakukan pemujaan kepada Sang Pencipta, mereka lambangkan
dengan tempat yang suwung. Suwung itu kosong namun sejatinya bukan kosong namun
berisi SANG MAHA ADA. Karena itu tempat pemujaan orang Jawa disebut Sanggar
Pamujan. Di salah satu bagiannya dibuatlah sentong kosong (tempat atau kamar
kosong) untuk arah pemujaan. Karena diyakini bahwa dimana ada tempat suwung
disitu ada Yang Maha Berkuasa.
Syeh
Subakir : Nah itulah juga yang menjadi
ajaran agama yang kami bawa. Untuk memberi ageman (pegangan atau pakaian) yang
menegaskan itu semua. Bahwa sejatinya dibalik semua yang maujud ini ada Sang
Wujud Tunggal yang menjadi Pencipta, Pengatur dan Pengayom alam semesta. Wujud
tunggal ini dalam bahasa Arab disebut Al Ahad. Dia maha dekat kepada manusia,
bahkan lebih dekat Dia daripada urat leher manusianya sendiri. Ajaran agama
kami menekankan budi pekerti yang agung yaitu menebarkan welas asih kepada alam
gumebyar, kepada sesama sesama titah atau makhluk.
Lihatlah
Sang Danyang, betapa sudah rusaknya tatanan masyarakat Majapahit sekarang.
Bekas-bekas perang saudara masih membara. Rakyat kelaparan. Perampokan dan
penindasan ada dimana-mana. Ini harus diperbaharui budi pekertinya.
Sabdopalon : Aku juga sedih sebenarnya memikirkan rakyatku. Tatanan
sudah bubrah. Para pejabat negara sudah lupa akan dharmanya. Mereka salin sikut
untuk merebutkan jabatan dan kemewahan duniawi. Para pandito juga sudah tak
mampu berbuat banyak. Orang kecil salang tunjang (bersusah payah)
mencari pegangan. Jaman benar-benar jaman edan.
Syeh
Subakir : Karena itulah mungkin Sang Maha
Jawata Agung menyuruh Sultan Muhammad Turki untuk mengutus kami ke sini. Jadi,
wahai Sang Danyang Tanah Jawa, ijinkanlah kami menebarkan wewarah suci ini di
wewengkon (wilayah) kekuasaanmu ini.
Sabdopalon
: Baiklah jika begitu. Tapi dengan
syarat -syarat yang harus kalian patuhi.
Syeh
Subakir : Apa syaratnya itu wahai Sang
Danyang Tanah Jawa ?
Sabdopalon
: Pertama, Jangan ada pemaksaan
agama, dharma atau kepercayaan. Kedua, Jika hendak membuat bangunan tempat pemujaan
atau ngibadah, buatlah yang wangun (bangunan) luarnya nampak cakrak (gaya)
Hindu Jawa walau isi dalamannya Islam. Ketiga, jika mendirikan kerajaan Islam
maka Ratu yang pertama harus dari anak campuran. Maksud campuran adalah jika
bapaknya Hindu maka ibunya Islam. Jika bapaknya Islam maka ibunya harus Hindu.
Keempat, jangan jadikan Wong Jowo berubah menjadi orang Arab atau Parsi.
Biarkan mereka tetap menjadi orang Jawa dengan kebudayaan Jawa walau agamanya
Islam. Karena agama setahu saya adalah dharma, yaitu lelaku hidup atau budi
pekerti. Hati-hati jika sampai Orang Jawa hilang Jawanya, hilang
kepribadiannya, hilang budi pekertinya yang adiluhung maka aku akan datang
lagi. Ingat itu. Lima ratus tahun lagi jika syarat - syarat ini kau abaikan aku
akan muncul membuat goro-goro.
Syeh
Subakir : Baiklah. Syarat pertama sampai
keempat aku setujui. Namun khusus syarat keempat, betapapun aku dengan
kawan-kawan akan tetap menghormati dan melestarikan budaya Jawa yang adiluhung
ini. Namu jika suatu saat kelak karena perkembangan jaman dan ada perubahan
maka tentu itu bukan dalam kuasaku lagi. Biarlah Gusti Kang Akaryo Jagad yang
menentukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar