Selasa, 08 Juli 2014

KASET WAYANG

http://indonesiawayang.com/audio-mp3-pagelaran-wayang-berbagai-dalang/banyumas/ki-sugino-siswocarito/

Audio pagelaran wayang oleh Ki Sugino Siswocarito :

NoJudulTanggal
1Babad Alas Mertani2009-02-17
2Wisodewo Kromo2009-02-17
3Wahyu Windu Wulan2009-05-12
4Wisanggeni Gugat2009-06-25
5Bawor dadi Guru2009-06-25
6Petruk Gugat2009-06-25
7Srikandi mbarang Lengger2010-01-13
8Togog Mendem2010-01-13
9Dasamuka Gugur2010-11-02
10Durna Gemblung2010-06-29
11Aji Candrawirayang2011-01-15
12Sesaji Panggang Semar2011-01-18
13Gatutkaca Edan2011-01-24
14Petruk Kembar2011-01-31
15Wahyu Tridaya2011-02-10
16Semar Walik2011-02-18
17Srenggini Takon Bapa (part 1)2011-03-06
18Brajamusti2011-03-27
19Srenggini Takon Bapa (Part 2)2011-04-05
20Semar Mantu II (Brantalaras Tundung)2011-04-15
21Gatotkaca Kembar LIma2011-06-14
22Bawor dadi guru (in stereo)2011-06-09
23Bisma Gugur2011-06-24
24Antasena Gugur2011-07-01
25Abimanyu Gugur (Ranjapan)2011-07-11
26Burisrawa-Jayadrata Lena (Janaka Ngangleng)2011-07-16
27Durna Gugur2011-07-27
28Gatotkaca Gugur (Suluhan)2011-08-08
29Suyudana Gugur (Rubuhan)2011-08-24
30Kresna Duta2011-10-17
31Bawor Dadi Ratu (Live)2011-10-18
32Siluman Naga Putih2011-11-12
33Gareng Larung2011-11-25
34Petruk Idu Geni2011-11-28
35Gathutkaca Rancang2011-12-12
36Wisanggeni Murca2012-01-03
37Brajadenta mBalela2012-01-07
38Wisanggeni Krama2012-03-19
39Gareng Dadi Ratu2012-03-19
40Rama Tambak2012-05-15
41Karna Tandhing I2012-06-07
42Karna Tandhing II2012-06-12
43Kumbakarna Gugur I2012-06-02
44Kumbakarna Gugur II2012-06-04
45Antasena Ngraman I2012-05-24
46Antasena Ngraman II2012-05-28
47Antasena Takon Rama I2012-05-04
48Antasena Takon Rama II2012-05-08
49Suryandadari I2012-04-19
50Suryandadari II2012-04-26
51Laire Wisanggeni2012-04-23
52Praconadewa Gugat2012-04-19
53Aswanikumba Kumbakumba Lena2012-04-16
54Undur-undur Kajongan2012-04-03
55Anoman Obong2012-03-30
56Peksi Maduretna I2012-06-18
57Salya Gugur2012-06-26
58Petruk Edan2012-07-12
59Gathutkaca Kendhaga2012-07-27
60Arjuna Siksa2012-08-10
61 Kongso Adu Jago 2013-10-16
62 Ki Yakut : Wahyu Tridaya 2013-10-16
63 Gareng Ratu 2013-11-07
64 Abimanyu Gugur 2013-12-21



Museum Soesilo Soedarman: Foto-Foto

Museum Soesilo Soedarman: Foto-Foto

kami bangga padamu SANG PATRIOT    Raden  SUSILO SUDARMAN

dan berperan serta kemajuan PEMBANGUNAN DI KECAMATAN SAMPANG

kami akan ingat JASA MU PAHLAWANKU



www.kisanpaidi.blogspot.com


Sabtu, 14 Juni 2014

PERJANJIAN SYEH SUBAKIR DAN KI SABDO PALON


KISAH MASUKNYA AGAMA ISLAM DI TANAH JAWA 


Konon ada semacam perjanjian antara Sabdopalon sebagai Pamomong (Danyang Gaib) Tanah Jawa dengan Syeh Subakir sebagai penyebar Agama Islam generasi awal di Jawa ini. Tersebutlah kisah tersebut dalam tulisan lontar kuno. Lontar tersebut diperkirakan ditulis oleh Kanjeng Sunan Drajad atau setidak - tidaknya oleh murid atau pengikut beliau.
Cerita tentang kisah ini pernah dipentaskan sebagai lakon wayang kulit bergenre wayang songsong (wayang kulit yang berisi cerita hikayat dan legenda Jawa) yang digelar di Desa Drajad, Paciran, Lamongan ( sebuah desa tempat situs Sunan Drajad ).
Kisah diawali dengan adanya persidangan di Istana Kesultanan Turki Utsmania di Istambul yang dipimpin langsung oleh Sultan Muhammad I. Persidangan kali ini membahas mimpi Sang Sultan. Menurut Sultan Muhammad, beliu bermimpi mendapat perintah untuk menyebarkan dakwah islamiah ke Tanah Jawa. Adapun mubalighnya haruslah berjumlah sembilan orang. Jika ada yang pulang atau wafat maka akan digantikan oleh ulama lain asal tetap berjumlah sembilan.
Maka dikumpulkanlah beberapa ulama terkemuka dari seluruh dunia Islam waktu itu. Para ulama yang dikumpulkan tersebut mempunyai spesifikasi keahlian masing-masing. Ada yang ahli tata negara, ahli perubatan, ahli tumbal, dll. Titah dari Baginda Sultan Muhammad kepada mereka adalah perintah untuk mendatangi Tanah Jawa dengan tugas khusus yaitu penyebaran Agama Islam.
Dibawah ini adalah dialog antara Sabdopalon dengan Syeh Subakir yang terjadi di atas Gunung Tidar. Syeh Subakir adalah salah satu ulama yang diutus Sultan Muhammad untuk menyebarkan Islam di Tanah Jawa ini. Adapun keahlian Syeh Subakir adalah dalam bidang membuat danmemasang tumbal. Dialog yang penulis turunkan ini adalah dialog versi imaginer yang penulis olah dari hikayat tersebut dengan bahasa penulis sendiri.
Syeh Subakir : Kisanak, siapakah kisanak ini, tolong jelaskan.
Sabdopalon : Aku ini Sabdopalon, pamomong (penggembala) Tanah Jawa sejak jaman dahulu kala. Bahkan sejak jaman kadewatan (para dewa) akulah pamomong para kesatria leluhur. Dulu aku dikenali sebagai Sang Hyang Ismoyo Jati, lalu dikenal sebagai Ki Lurah Semar Bodronoyo dan sekarang jaman Majapahit ini namaku dikenal sebagai Sabdopalon.
Syeh Subakir : Oh, berarti Kisanak ini adalah Danyang (Penguasa) Tanah Jawa ini. Perkenalkan Kisanak, namaku adalah Syeh Subakir berasal dari Tanah Syam Persia.
Sabdopalon : Ada hajad apa gerangan Jengandiko (Anda) rawuh (datang) di Tanah Jawa ini ?
Syeh Subakir : Saya diutus oleh Sultan Muhammad yang bertahta di Negeri Istambul untuk datang ke Tanah Jawa ini. Saya tiadalah datang sendiri. Kami datang dengan beberapa kawan yang sama-sama diutus oleh Baginda Sultan.
Sabdopalon : Ceritakanlah selengkapnya Kisanak. Supaya aku tahu duduk permasalahannya.
Syeh Subakir : Baiklah. Pada suatu malam Baginda Sultan Muhammad bermimpi menerima wisik (ilham). Wisik dari Hyang Akaryo Jagad, Gusti Allah Dzat Yang Maha Suci lagi Maha Luhur. Diperintahkan untuk mengutus beberapa orang ‘alim ke Tanah Jawa ini. Yang dimaksud orang ‘alim ini adalah sebangsa pendita, brahmana dan resi di Tanah Hindu. Pada bahasa kami disebut ‘Ulama.
Sabdopalon : Jadi Jengandiko ini termasuk ngulama itu tadi ?
Syeh Subakir : Ya, saya salah satu dari utusan yang dikirim Baginda Sultan. Adapun tujuan kami dikirim kemari adalah untuk menyebarkan wewarah suci (ajaran suci), amedar agama suci. Yaitu Islam.
Sabdopalon : Bukankah Kisanak tahu bahwa di Tanah Jawa ini sudah ada agama yang berkembang yaitu Hindu dan Buda yang berasal dari Tanah Hindu ? Buat apa lagi Kisanak menambah dengan agama yang baru lagi ?
Syeh Subakir : Biarkan kawulo dasih (rakyat) yang memilih keyakinannya sendiri. Bukuankah Kisanak sendiri sebagai Danyangnya Tanah Jawa lebih paham bahwa sebelum agama Hindu dan Budha masuk ke Jawa ini, disinipun sudah ada kapitayan (kepercayaan) ? Kapitayan atau ‘ajaran’ asli Tanah Jawa yang berupa ajaran Budhi ?
Sabdopalon : Ya, rupanya Kisanak sudah menyelidiki kawulo Jowo disini. Memang disini sejak jaman sebelum ada agama Hindu dan Budha, sudah ada ‘kapitayan’ asli. Kapitayan adalah kepercayaan yang hidup dan berkembang pada anak cucu di Nusantara ini.
Syeh Subakir : Jika berkenan, tolong ceritakan bagaimana kapitayan yang ada di Tanah Jawa ini.
Sabdopalon : Secara ringkas Kepercayaan Jawa begini. Manusia Jawa sejak dari jaman para leluhur dahulu kala meyakini ada Sang Maha Kuasa yang bersifat ‘tan keno kinoyo ngopo’, tidak bisa digambarkan bagaimana keadaannya. Dialah pencipta segala-galanya. Bawono Agung dan Bawono Alit. Jagad besar dan jagad kecil. Alam semesta dan ‘alam manusia’. Wong Jowo meyakini bahwa Dia Yang Maha Kuasa ini dekat. Juga dekat dengan manusia. Dia juga diyakini berperilaku sangat welas asih.
Dia juga diyakini meliputi segala sesuatu yang ada. Karena itu masyarakat Jawa sangat menghormati alam sekelilingnya. Karena bagi mereka semuanya mempunyai sukma. Sukma ini adalah sebagai ‘wakil’ dari Dia Yang Maha Kuasa itu.
Jika masyarakat Jawa melakukan pemujaan kepada Sang Pencipta, mereka lambangkan dengan tempat yang suwung. Suwung itu kosong namun sejatinya bukan kosong namun berisi SANG MAHA ADA. Karena itu tempat pemujaan orang Jawa disebut Sanggar Pamujan. Di salah satu bagiannya dibuatlah sentong kosong (tempat atau kamar kosong) untuk arah pemujaan. Karena diyakini bahwa dimana ada tempat suwung disitu ada Yang Maha Berkuasa.
Syeh Subakir : Nah itulah juga yang menjadi ajaran agama yang kami bawa. Untuk memberi ageman (pegangan atau pakaian) yang menegaskan itu semua. Bahwa sejatinya dibalik semua yang maujud ini ada Sang Wujud Tunggal yang menjadi Pencipta, Pengatur dan Pengayom alam semesta. Wujud tunggal ini dalam bahasa Arab disebut Al Ahad. Dia maha dekat kepada manusia, bahkan lebih dekat Dia daripada urat leher manusianya sendiri. Ajaran agama kami menekankan budi pekerti yang agung yaitu menebarkan welas asih kepada alam gumebyar, kepada sesama sesama titah atau makhluk.
Lihatlah Sang Danyang, betapa sudah rusaknya tatanan masyarakat Majapahit sekarang. Bekas-bekas perang saudara masih membara. Rakyat kelaparan. Perampokan dan penindasan ada dimana-mana. Ini harus diperbaharui budi pekertinya.
Sabdopalon : Aku juga sedih sebenarnya memikirkan rakyatku. Tatanan sudah bubrah. Para pejabat negara sudah lupa akan dharmanya. Mereka salin sikut untuk merebutkan jabatan dan kemewahan duniawi. Para pandito juga sudah tak mampu berbuat banyak. Orang kecil salang tunjang (bersusah payah) mencari pegangan. Jaman benar-benar jaman edan.
Syeh Subakir : Karena itulah mungkin Sang Maha Jawata Agung menyuruh Sultan Muhammad Turki untuk mengutus kami ke sini. Jadi, wahai Sang Danyang Tanah Jawa, ijinkanlah kami menebarkan wewarah suci ini di wewengkon (wilayah) kekuasaanmu ini.
Sabdopalon : Baiklah jika begitu. Tapi dengan syarat -syarat yang harus kalian patuhi.
Syeh Subakir : Apa syaratnya itu wahai Sang Danyang Tanah Jawa ?
Sabdopalon : Pertama, Jangan ada pemaksaan agama, dharma atau kepercayaan. Kedua, Jika hendak membuat bangunan tempat pemujaan atau ngibadah, buatlah yang wangun (bangunan) luarnya nampak cakrak (gaya) Hindu Jawa walau isi dalamannya Islam. Ketiga, jika mendirikan kerajaan Islam maka Ratu yang pertama harus dari anak campuran. Maksud campuran adalah jika bapaknya Hindu maka ibunya Islam. Jika bapaknya Islam maka ibunya harus Hindu. Keempat, jangan jadikan Wong Jowo berubah menjadi orang Arab atau Parsi. Biarkan mereka tetap menjadi orang Jawa dengan kebudayaan Jawa walau agamanya Islam. Karena agama setahu saya adalah dharma, yaitu lelaku hidup atau budi pekerti. Hati-hati jika sampai Orang Jawa hilang Jawanya, hilang kepribadiannya, hilang budi pekertinya yang adiluhung maka aku akan datang lagi. Ingat itu. Lima ratus tahun lagi jika syarat - syarat ini kau abaikan aku akan muncul membuat goro-goro.
Syeh Subakir : Baiklah. Syarat pertama sampai keempat aku setujui. Namun khusus syarat keempat, betapapun aku dengan kawan-kawan akan tetap menghormati dan melestarikan budaya Jawa yang adiluhung ini. Namu jika suatu saat kelak karena perkembangan jaman dan ada perubahan maka tentu itu bukan dalam kuasaku lagi. Biarlah Gusti Kang Akaryo Jagad yang menentukannya.

Senin, 19 Mei 2014

R PRABOWO SUBIANTO TRAH PAJAJARAN DAN MATARAM

PRABU BRAWIJAYA   Kaping  IV
                 Ing   MADJAPAHIT



  1. Raden Suputra  (Aria Baribin /R  Baribin ) peputrq 4 saking garwo Dewi Kamri
Utawi Retno Pamengkas putro Ap Siliwangi ing Pajajaran
  1. Raden Djaka Kaduhu ( Raden  Adipati Wirahutama I ing wirasaba )
Krama angsal Rara Mukatiman.
Sareng anggentosi  marasepuh ladjeng asma Wirahutama dados Adipati ing Wirasaba,Ingkang misuda Sampeyan ndalem Ingkang Sinuhun Prabu Brawidjaja kaping V ing Madjapahit.

  1. Raden Urang  ( Kura ) ( Raden Adipati Wirahutama  II ing Wirasaba )
Krama angsal Rara Wresti anakipun Kyai  Buyut Buhara (angsal saderak misan).

  1. Raden Djaka Surawin ( Raden Adipati Surawin ing Wirasaba / R Adipati
     Wirahutama III ,Krama angsal Dewi Santang Putraning Adipati Gagak
     Ngampar ing Dayeh Luhur III .
     Ingkang misuda Sampeyan ndalem Ingkang Sinuhun Kandjeng Sultan Demak I

5.  Raden Djaka Tambangan ( R   Adipati Surahutama /Wirahutama IV ing  wirasaba ).
Krama angsal Dwi Lungge Putranipun Adipati Banjak Besi ing pasir Batang
Ingkang misuda  Sampeyann  dalem Ingkang Sinuhun Kandjeng Sultan Demak II

  1. Raden Warga ( Raden Adipati Wargahutama I ing wirasaba ) peputra Lima (5)
Krama anggsal Rara Srini ,putranipun Panembahan Mangkubumi III ing pasir luhur .Ingkang misuda Sampeyann  dalem Ingkang Sinuhun Kandjeng Prabu Hadiwidjaja ing Padjang.sedo dening utusan Sultan Pajang ing desa Bener dinten SetuPaing
Th 1568 , Menurut  kepercayaan  meniko ingkang  dados  katurunanipun   sami anyingkiri kekesahan ing dinten kasebut ing inggil.

  1. Rara Kartimas (Ny Wargahutama II ing Wirasaba )
Krama angsal Raden Kaiman ( R Samengun ) putra angkat  Kyai  Mrangi kejawar turunnipun Raden Banyak Sasra Ing pasir luhur ,ingkang ladjeng dados mrangi ing ngandjawar.Wewengkon Banyumas dipun prapat ,Kabupaten pindah ing Wanamangali Bms.

  1. Raden Adipati Djanah  ( R Ngb Mertosuro I Wirasaba Ing Banyumas ).
Krama angsal Rara Warsiki ,putranipun Panembahan Wirakusuma ( Panembahan Tuwan )ing Gumelem Girilangan.( rikolo sumanten Kraton pajang silep gantos Kraton  Mataram pramilo banyumas dados Ngabei .
  1. Raden Adipati Djanah Ing Tjepaka Banyumas ( R Ngb  Mertosuro II ) .
Saderengipun dados Adipati ing Banyumas asma Raden Ngabehi Martasura ing
Genting  karan Ngabehi Kalikethuk.Krama angsal putrid saking Koripan.

  1. Raden Ngabehi Mertayuda I ing Tembawang( R Adipati Mertayuda ing Tambang) Krama Angsal putri saking Mertakandha.ingkang misuda Sampeyan ndalem Ingkang Sinuhun Kandjeng Susuhunan Prabu Mangkurat Hagung ing Mataram                                                                               
  2. Raden Ngabehi Mertayuda II ( R .T  Yudanegara I ing Banyumas ,katelah           Yudanegara seda masjid Kertasura) Krama angsal putra ndalem Sampeyan Ingkang Sinuhun Prabu Mangkurat Hagung Ing Mataram IV, asma Bandara Raden Ayu Bandara ( Kleting Kuning II) di makamkan di TEGAL ARUM   KOTA TEGAL 
  3. R Temenggung Yudanegara II  ( berputro 10 ) di banyumas
  4. Gusti Putri  (Istri Ngabei KERTO YUDO )
  5. R Tumenggung Mangkupradja / R Tumenggung KERTANEGARA I
  6. R Tumenggung KERTANEGARA  II
  7. Putra Sri Hamengkubuono II /  Raden Temenggung KERTANEGARA III
  8. Raden  Tumenggung KERTANEGARA  IV ( Panglima Laskar Diponegaro )
  9. Raden temenggung  Djojodiningrat
  10. Raden Ayu  Djojoatmojo
  11. Raden  Temenggung Mangkuprojo
  12. Raden Mas Margono Djojohadikoesoemo ( pendiri Rumah Sakit MARGONO Banyumas )
  13. Raden  Prof  Dr Soemitro Djojohadikusumo 
  14. Raden  Letjen TNI PRABOWO SUBIANTO ( Bung BOWO ) CALON PRESIDEN  NUSWANTORO INDONESIA

Rabu, 14 Mei 2014

KARATON -KARATON LAMA DIJAWA

Karaton-karaton Lama Jawa

SEJARAH SINGKAT

KARATON-KARATON LAMA-JAWA


KALING
Sekitar tahun 618-906 di Jawa Tengah ada kerajaan bernamaKaling/Holing. Rakyat tenteram dan hidup makmur. Sejak tahun 674diperintah oleh seorang raja perempuan bernama Simo, yang memerintah berdasarkan kejujuran mutlak, sangat keras dan masing-masing orang mempunyai hak dan kewajiban yang tidak berani dilanggar. Sebagai contoh: putra mahkota pun dipotong kakinya karena menyentuh barang yang bukan miliknya di tempat umum.
MATARAM Lama (Jawa Tengah)
Di desa Canggal (barat daya Magelang) ditemukan sebuah prasasti berangka tahun 732, berhuruf Pallawa dan digubah dalam bahasa Sanskerta. Isi utama menceritakan tentang peringatan didirikannya sebuahlingga (lambang Siwa) di atas sebuah bukit di daerah Kunjarakunja oleh raja Sanjaya, di sebuah pulau yang mulia bernamaYawadwipa yang kaya raya akan hasil bumi khususnya padi dan emas.
Mendirikan lingga secara khusus adalah mendirikan kerajaan. Tempat tepatnya adalah di gunung Wukir desa Canggal. Disini diketemukan sisa-sisa sebuah candi induk dengan 3 (tiga) candi perwara di depannya. Sayangnya yang masih tersisa sangat sedikit sekali, dimana lingganya sudah tidak ada dan yang ada hanya landasannya yaitu sebuah yoni besar sekali, disamping candinya pun juga sudah tidak berwujud lagi.
Yawadwipa mula-mula diperintah oleh raja Sanna, sangat lama, bijaksana dan berbudi halus. Lalu setelah wafat digantikan oleh Sanjaya, anak Sannaha (saudara perempuan Sanna), raja yang ahli dalam kitab-kitab suci dan keprajuritan, menciptakan ketenteraman dan kemakmuran yang dapat dinikmati rakyatnya.
Dari prasasti-prasasti para raja yang berturut-turut menggantikannya, Sanjaya dianggap sebagai Wamsakarta dari kerajaan Mataram dan diakui betapa besarnya Sanjaya itu bagi mereka sampai abad X.


KANJURUHAN (Jawa Timur)
Di desa Dinoyo (barat laut Malang) diketemukan sebuah prasasti berangka tahun 760, berhuruf Kawi dan berbahasa Sanskerta, yang menceritakan bahwa dalam abad VIII ada kerajaan yang berpusat di Kanjuruhan (sekarang desa Kejuron) dengan raja bernama Dewasimhadan berputra Limwa (saat menjadi pengganti ayahnya bernamaGajayana), yang mendirikan sebuah tempat pemujaan untuk dewa Agastya dan diresmikan tahun 760. Upacara peresmian dilakukan oleh para pendeta ahli Weda (agama Siwa). Bangunan kuno yang saat ini masih ada di desa Kejuron adalah Candi Badut, berlanggam Jawa Tengah, sebagian masih tegak dan terdapat lingga(mungkin lambang Agastya).
SANJAYAWAMSA dan CAILENDRAWAMSA
sejarah4.jpg (10620 bytes)
Kecuali di desa Canggal, sampai pertengahan abad IX dari keturunan Sanjaya tidak ada lagi ditemukan prasasti lain, kecuali sesudah itu diketemukan prasasti-prasasti dari keluarga raja lain, yaitu Sailendrawamsa, antara lain prasasti Kalasan.Dalam prasasti Kalasan, berhuruf Pra-nagari, berbahasa Sanskerta, berangka tahun 778, disebutkan bahwa para guru sang raja berhasil membujuk maharajaTejahpurnapana Panangkarana/KariyanaPanangkarana untuk mendirikan bangunan suci bagi Dewi Tara
dan sebuah biara untuk para pendeta dalam kerajaan. Selain itu terbukti bahwa antara keluarga Sanjaya dan keluarga Sailendra ada kerjasama yang erat dalam hal-hal tertentu.
Candi itu bernama Kalasan, di desa Kalasan (sebelah timur Yogyakarta), yang walau di dalam candi ini saat sekarang kosong, namun melihat singgasana dan biliknya maka arca Tara dahulu bertahta disini dan besar sekali, yang diperkirakan dari perunggu.
Menurut prasasti raja Balitung berangka tahun 907, Tejahpurna Panangkarana adalah Rakai Panangkaran, pengganti Sanjaya. Kemudian dilanjutkan oleh Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai Watuhumalanga dan raja Balitung/Rakai Watukura dyah Balitung Dharmodaya Mahasambhu (yang membuat prasasti). 
Pada saat pemerintahan Sanjayawamsa berlangsung terus dengan daerah kekuasaan di bagian utara Jawa Tengah dan beragama Hindu yang memuja Siwa, terbukti dari sifat candinya (thn 750-850 M), maka pemerintahan Sailendrawamsa juga berlangsung terus dengan daerah kekuasaan di bagian selatan Jawa Tengah dan beragama Buda aliran Mahayana yang juga terbukti dari candinya. Namun kedua wamsa ini bersatu di pertengahan abad IX, yang ditandai adanya perkawinan antara Rakai Pikatan dengan Pramodawardhani (raja putri dari keluarga sailendra).
Selain candi Kalasan yang didirikan untuk memuliakan agama Buda, ditemukan juga prasasti dari Kelurak (Prambanan) yang berhuruf Pra-nagari dan berbahasa Sanskerta, yang berisi tentang pembuatan arca Manjusri (mengandung Buddha, Dharma dan Sanggha), rajanya bergelar sri Sanggramadananjaya, dengan bangunan untuk tempat arca yang diperkirakan (tidak jauh di sebelah utara Prambanan) bernama Candi Siwa.
Samaratungga adalah pengganti Indra, yang menurut prasastiKarangtengah (dekat Temanggung) dalam tahun 824 ia membuat candi Wenuwana/Ngawen di sebelah barat Muntilan. Anehnya, seperti halnya Kalasan, pemberi tanah untuk bangunan tersebut adalah seorang raja keluarga Sanjaya, yaitu Rakarayan Patapan pu Palaratau Rakai Garung.
Samaratungga digantikan putrinya, Pramodawardhani (yang kemudian bergelar sri Kahulunnan) yang kawin dengan Rakai Pikatan, pengganti Rakai Garung. Uniknya, Pramodhawardhani mendirikan bangunan suci Buda (misalnya kelompok candi Plaosan, pemeliharaan Kamulan/candi Borobudur di Bhumisambhara yang diperkirakan dibangun oleh Samaratungga), sedangkan Rakai Pikatan mendirikan bangunan suci Hindu (misalnya kelompok candi Loro Jonggrang).
Sedangkan Balaputra, adik dari Pramodawardhani, setelah pada tahun 856 gagal merebut kekuasaan dari Rakai Pikatan, ia melarikan diri ke Suwarnadwipa dan berhasil menaiki takhta Sriwijaya, dengan agamanya Budha.

SANJAYAWAMSA
Setelah berhasil menghilangkan kekuasaan keluarga Sailendra, dalam prasasti tahun 856 dikatakan bahwa Rakai sebelum turun tahta mampu menggempur Balaputra yang bertahan di bukit Ratu Boko. Penggantinya adalah Dyah Lokapala atau Rakai Kayuwangi(tahun 856-886) dengan sebutan sri maharaja dan gelar abhiseka (penobatan raja) sri Sajjanotsawatungga (menunjukkan bahwa ia penguasa satu-satunya dan juga berdarah Sailendra).
>Rakai Kayuwangi menghadapi kesulitan rakyatnya, sebab selama 3/4 abad Sailendra banyak menghasilkan bangunan-bangunan suci yang megah dan mewah demi kebesaran raja, yang mengakibatkan lemahnya tenaga rakyat Mataram dan menekan hasil pertanian.
Pengganti Rakai Kayuwangi adalah Rakai Watuhumalang (tahun 886-898), lalu raja Balitung/Rakai Watukura yang bergelar sri Iswarakesawotsawatungga (tahun 898-910), merupakan raja pertama yang memerintah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dalam hal ini ada kemungkinan bahwa Kanjuruhan-prasasti Dinoyo ditaklukkan, karena sebutan rakryan Kanuruhan adalah salah satu jabatan tinggi langsung dibawah raja. 
  
Setelah Balitung adalah Daksa, yang sebelumnya menjabat sebagai Rakryan Mahamantri I Hino (tahun 910-919), kemudian Tulodongdengan gelar sri Sajanasanmatanuragatuggadewa(tahun 919-924), selanjutnya Wawa yang bergelar sri Wijayalokanamottungga (tahun924-929), dan kemudian seorang raja dari keluarga lain, yaituSindok dari Isanawamca yang mana pusat pemerintahan pindah ke Jawa Timur, tanpa diketahui jelas sebabnya.
ISTANA (Jawa Timur)
Panggung sejarah pindah dari Jawa tengah ke Jawa Timur tanpa sebab yang jelas, dengan rajanya Sindok (929-947). Pemerintahan berlangsung aman dan sejahtera. Sebuah kitab suci Budha (Sang Hyang Kamahayanikan) yang menguraikan ajaran dan ibadah agama Budha Tantrayana dapat dihimpun selama Sindok berkuasa, walau ia beragama Hindu. Ia memerintah bersama permaisurinya bernama Sri Parameswari Sri Wardhani pu Kbi. Anehnya, sebelum kawin dengan anak Wawa (mungkin) ia tidak menggunakan gelar raja (sri maharaja rake hino sri Icana Wikramadharmottunggadewa), tetapi menyebut dirinya rakryan sri mahamantri pu Sindok sang Srisanottunggadewawijaya (penguasa tertinggi setelah raja).
Penggantinya yang diketahui dari prasasti yang dikeluarkan oleh Airlangga (dinamakan prasasti Calcutta, kini disimpan di Indian Museum di Calcutta), yaitu putrinya sri Icanatunggawijaya yang bersuamikan raja Lokapola. Lalu dilanjutkan olehMakutawangsawardhana yang digambarkan sebagai matahari dalam keluarga Istana. Selanjutnya ia mempunyai anak perempuan bernamaMahendradatta atau Gunapriyadharmapatni yang bersuamikan raja Udayana dari keluarga Warmadewa yang memerintah di Bali.
Sri Dharmawangsa Tguh Anantawikramottunggadewa (tahun 991-1016) adalah pengganti Makutawangsawardhana. Selain berhasil menundukkan Sriwijaya, iapun sangat besar pengaruhnya di Bali yang dapat dibuktikan dari prasasti-prasasti Bali yang semula berbahasa Bali dan sejak tahun 989 terutama sesudah tahun 1022 sebagian besar tertulis dalam bahasa Jawa Kuno. 
Disamping itu pada jamannya, kitab Mahabharata disadur dalam bahasa Jawa Kuno, pun disusun sebuah kitab hukum Siwasasana pada tahun 991.Tanpa sebab yang jelas, dalam tahun 1016 kerajaan Dharmawangsa sekonyong-konyong mengalami kehancuran. Menurutbatu Calcutta, seluruh Jawa bagaikan satu lautan yang dimusnahkan oleh raja Wurawari dan diduga bahwa yang berdiri di belakangnya sebenarnya Sriwijaya. Tapi ada yang lolos dari kehancuran, yaitu Airlangga, putra Mahendradatta raja Bali, saat ia berusia 16 tahun yang disertai Narottama bersembunyi di Wonogiri (ikut para pertapa), yang setelah dewasa kawin dengan sepupunya, anak dari Dharmawangsa.
Makutawangsawardhana dari Jawa Timur mempunyai putri (Ratu Sang Luhur Sri Gunapriyadharmapatni ) yang memerintah Bali tahun 989bersama suaminya Sri Dharmodayana Warmadewa. Disekitar tahun 1010 Mahendradatta meninggal, sehingga Udayana memerintah sendiri sampai tahun 1022, anak sulungnya bernama Airlangga yang menggantikan Dharmawangsa memerintah di Jawa Timur dan anak bungsu bernama Anak Wungsu yang memerintah di Bali yang bernama resmi sri DharmawangsawardhanaMarakatapangkajasthanottunggadewa. 
Di tahun 1019 Airlangga yang dinobatkan oleh para pendeta Buda, Siwa dan Brahmana, menggantikan Dharmawangsa, bergelar Sri Maharaja Rake Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa AirlanggaAnantawikramottunggadewa. Ia memerintah dengan daerah hanya kecil saja karena saat kerajaan Dharmawangsa hancur, menjadi terpecah-pecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil. 
Sejak tahun 1028 Airlangga mulai merebut kembali daerah-daerah saat pemerintahan Dharmawangsa, yang bisa jadi juga ada hubungannya dengan kelemahan Sriwijaya yang baru saja diserang dari Colamandala (1023 dan 1030). Raja-raja yang ditaklukkan itu adalah Bhismaprabhawa (1028-1029), Wijaya dari Wengker (1030),Adhamapanuda (1031), seorang seperti raksasa raja perempuan(1032), Wurawari (1032) dan raja Wengker (1035) yang sempat muncul lagi.
Kemakmuran dan ketrentaman pemerintahan Airlangga (ia dibantu oleh Narottama/rakryan Kanuruhan dan Niti/rakryan Kuningan) yang ibukotanya pada tahun 1031 di Wwatan Mas dipindahkan keKahuripan di tahun 1031, diikuti dengan suburnya seni sastra, yang antara lain: kitab Arjunawiwaha karangan mpu Kanwa tahun 1030 yang berisi cerita perkawinan Arjuna dengan para bidadari hadiah para dewa atas jerih payahnya mengalahkan para raksasa yang menyerang kayangan (kiasan hasil usaha Airlangga sendiri yang merupakan persembahan penulis kepada raja). Ini juga pertama kali keterangan wayang dijumpai, walau sebetulnya sudah ada sebelum Airlangga.
Anak perempuan Airlangga yaitu Sanggramawijaya, ditetapkan sebagai mahamantri i hino (ialah berkedudukan tertinggi setelah raja), setelah tiba masanya menggantikan Airlangga, ia menolak dan memilih sebagai pertapa. Maka oleh Airlangga ia dibuatkan sebuah pertapaan di Pucangan (gunung Penanggungan), dan bergelarKili Suci.
Kepergian putri mahkotanya, dari pada berebut takhta menyebabkan Airlangga membagi dua kerajaan kepada kedua anak laki-lakinya, dengan pertolongan seorang brahmana bernama mpu Bharada yang kondang sakti. Kedua kerajaan itu: Janggala (Singhasari) ber-ibukota Kahuripan dan Panjalu (Kadiri) ber-ibukota Daha, dimana Gunung Kawi ke utara dan selatan menjadi batasnya. 
Setelah membagi kerajaan, Airlangga mundur diri dan menjadi pertapa dengan nama resi Gentayu, meninggal tahun 1049, dimakamkan di Tirtha di lereng timur gunung Penanggungan dan terkenal sebagai candi Belahan. Tetapi kurang lebih setengah abad sejak Airlangga mundur dari pemerintahan, tidak ada informasi tentang dua kerajaan yang dibentuknya itu. Lalu setelah itu hanya Kadiri yang mengisi sejarah, sedangkan Janggala boleh dibilang tanpa kabar.Airlangga semasa hidupnya dianggap titisan Wisnu, dengan lancana kerajaan Garudamukha. 
Sehingga sebuah arca indah yang disimpan di musium Mojokerto mewujudkannya sebagai Wisnu yang menaiki garuda.                                          

KERAJAAN KADIRI
Sri Jayawarsa Digjaya Sastraprabhu dengan prasasti berangkatahun 1104, menganggap sebagai titisan Wisnu seperti halnya Airlangga, adalah raja Kadiri yang muncul pertama di pentas sejarah.
Selanjutnya Kameswara (1115-1130), bergelar sri maharaja rake sirikan sri Kameswara SakalabhuwanatustikaranaSarwwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayottunggadewa, lencana kerajaan berbentuk tengkorak bertaring yang disebut candrakapala, dan adanya mpu Dharmaja yang telah menggubah kitabSmaradahana (berisi pujian yang mengatakan raja adalah titisan dewa Kama, ibukota kerajaan bernama Dahana yang dikagumi keindahannya oleh seluruh dunia, permaisuri yang sangat cantik bernama sri Kirana dari Jenggala). Mereka dalam kesusasteraan Jawa terkenal dalam cerita Panji.
Pengganti Kameswara yaitu Jayabhaya (1130-1160), bergelar sri maharaja sri Dharmmeswara Madhusudanawataranindita Suhrtsingha Parakrama Digjayotunggadewa, lencananya adalah Narasingha, dikekalkan namanya dalam kitab Bharatayuddha (sebuah kakawin yang digubah Mpu Sedah di tahun 1157 dan diselesaikan oleh Mpu Panuluh yang juga terkenal dengan kitab Hariwangsa dan Gatotkacasraya).
Pengganti selanjutnya yaitu Sarwweswara (1160-1170), laluAryyeswara (1170-1180) yang memakai Ganesa sebagai lencana kerajaan, kemudian Gandra yang bergelar sri maharaja sri Kroncarryadipa Handabhuwanapalaka Parakramanindita Digjayottunggadewanama sri Gandra. Dari prasasti dibuktikan bahwa Kadiri mempunyai armada laut.
Tahun 1190-1200 diperintah Srngga, bergelar sri maharaja sri Sarwweswara Triwikramawataranindita Crnggalancana Digwijayottunggadewa, dengan lencana kerajaan cangkha (kerang bersayap) di atas bulan sabit. 
  
Raja terakhir yaitu Krtajaya (1200-1222), berlencana Garudamukha, yang riwayat kerajaannya berakhir dan menyerahkan kepada Singhasari setelah kalah dalam pertempuran di Ganter melawan ken Arok.
Perkembangan kesusasteraan di jaman Kediri sangat bagus, yang selain kitab-kitab tersebut diatas, beberapa hasil lainnya adalah:
  • kitab Lubdhaka dan Wrtasancaya karangan mpu Tanakung;
  • kitab Krsnayana karangan mpu Triguna;
  • kitab Sumanasantaka karangan mpu Monaguna.
Selain itu ada beberapa keterangan yang terdapat dalam berita-berita Tionghoa, seperti di kitab Ling-wai-tai-ta yang disusunChou K’u-fei di tahun 1178 dan di kitab Chu-fan-chi oleh Chau-Ju-Kua di tahun 1225, misalnya:
- Orang-orangnya memakai kain sampai dibawah lutut , rambut diurai;
- Rumah-rumah bersih dan rapih, lantai berubin hijau dan kuning;
- Pertanian, peternakan, serta perdagangan maju dan kerajaan penuh perhatian;
- Tidak ada hukuman badan, yang bersalah di denda emas;
- Pencuri dan perampok yang tertangkap dibunuh;
- Alat pembayaran adalah mata uang dari
- Orang sakit bukan makan obat tapi mohon sembuh para Dewa dan Buddha;
- Raja berpakaian sutera, sepatu kulit, memakai emas-emasan, rambut disanggul.
- Raja keluar naik gajah atau kereta, diiringi 500-700 prajurit dan rakyat jongkok;
- Raja dibantu 4 menteri, gaji dari menerima hasil bumi/lainnya sewaktu-waktu;
- Selain agama Buda ada agama Hindu;
- Rakyat lekas naik darah dan suka berperang, suka mengadu babi dan ayam;
- Dan lain sebagainya.